Teknik Strory Telling Untuk Memikat Pembeli
Tidak pandai membuat copywriting yang menarik? Tak masalah. Anda bisa belajar membuat promosi produk Anda melalui cerita.
Menceritakan sesuatu (story stelling) saat ini digadang-gadang menjadi metode promosi yang cukup ampuh untuk memasarkan produk di era digital. Perkembangan internet dan social media yang sangat massif membuat setiap manusia jadi kebanjiran puluhan bahkan ratusan iklan dalam sehari. Ini menyebabkan manusia jadi muak melihat iklan.
Padahal kita saja saat melihat iklan di TV buru-buru mengambil remote dan memindah chanel. Nah, apalagi iklan di social media. Bisa-bisa hanya discroll saja alias dilewati, tidak dirilik sama sekali.
Bagaimana caranya supaya audience (orang yang menjadi target iklan kita) bisa stop dan membaca iklan kita? Tentu saja Anda harus melupakan hard selling. Lupakan penggunaan kata-kata berikut ini :
“Snapback Rp 200.000 dapat 3”
“Beli 4 pcs baju di Toko XYZS dapat diskon 30% per item.”
“Dijual catokan rambut ori import bla bla bla.”
Dan masih banyak contoh hard selling lainnya. Jika Anda melulu menggunakan hard selling dalam iklan, orang akan malas untuk berhenti dan membaca. Karena pada dasarnya, semua orang sudah bosan dijuali.
Lalu sebaiknya bagaimana?
Ubah kata-kata Anda. Buatlah cerita yang bisa memainkan emosi pembaca. Jangan membual, buatlah cerita yang ringan menyangkut produk Anda namun fokuskan pada objek audience Anda. Contohnya begini :
“Sejak menjadi reseller baju gamis di toko XXX, Alhamdulillah penghasilan saya sedikit demi sedikit meningkat. Dari yang semula untung Cuma Rp 100ribu per hari, sekarang bisa meningkat jadi lebih dari Rp 500ribu per hari.
Produk gamisnya berkualitas, modelnya selalu up to date. Customer Service-nya juga ramah, memudahkan sekali bagi reseller untuk menjualkan kembali. Dan saya juga didukung oleh tim support yang khusus mengajari reseller berjualan dengan benar dan efektif.
Mau seperti saya? Kebetulan Toko XXX sedang Open Reseller dengan harga promo. Biasanya kalau mau jadi reseller harus order 12 pcs baju dulu, sekarang beli 5 pcs baju gamis saja sudah bisa jadi reseller. Tertarik? Buruan message ke 0856xxx, soalnya promo cuma dibuka sampai akhir bulan saja!”
Atau perhatikan juga contoh yang ini :
“Anda pernah coba beragam diet mulai dari olah raga, kapsul, jamu, sampai susu diet tapi hasilnya kurang memuaskan? Mau sedot lemak tapi nggak kuat bayar biaya operasinya? Sama saya juga pernah merasakan itu!
Dulu bobot saya 75 kg. Saya coba beragam diet sampai konsultasi dokter tapi hasilnya tidak ada yang bisa membantu. Justru bobot saya naik hingga 80 kg! Sedih kan?
Tapi setelah saya coba minum Jus ABCD khusus pelangsing ini, berangsur-angsur bobot saya turun. Nafsu makan saya juga tertekan. Perut bawaannya kenyang melulu. Dan ajaibnya, efek dari jus ini hanya memakan waktu 5 bulan saja! Bobot yang semula 75 kg turun tinggal 55 kg di bulan ke-5 saya mengkonsumsi jus ini. Makanya deh, saya rekomendasikan ke Anda. Buruan message ke 0856XXXX untuk order!”
Coba perhatikan, lebih enak dibaca yang mana? Mana yang lebih membuat orang kebelet beli? Yang hard selling atau story telling? Tentunya yang story telling.
Story telling ini sudah sangat ngetrend dipakai oleh beragam perusahaan di negara maju, baik untuk usaha kecil atau besar. Dan story telling terbukti efektif, selain untuk mendongkrak penjualan, tapi juga menaikkan brand awareness kepada target market.
Membuat story telling itu tidak susah. Intinya Anda hanya harus bercerita, biarkan cerita Anda mengalir. Pusatkan cerita Anda pada solusi untuk menarik perhatian atau mengatasi masalah konsumen Anda. Dan atur tata bahasanya supaya bisa memainkan emosi pembaca.
Sebelum Anda me-launch story telling Anda, baca lagi tulisan Anda. Pikirkan bahwa Anda seolah-olah adalah audience Anda sendiri. Tanyakan kepada diri Anda, jika Anda membaca tulisan Anda sendiri, apakah Anda tertarik dan ingin membeli? Atau minimal take action untuk menghubungi penjualnya? Jika iya, berarti story telling Anda sudah bagus.
EmoticonEmoticon